Penuntasan BKT terutama pembebasan lahan tetap menjadi prioritas utama. Sehingga infrastruktur ini dapat optimal mengatasi banjir Jakarta. Proses pembaruan masa berlaku Pergub tersebut tengah dilakukan Dinas Tata Ruang DKI Jakarta. Diberitakan oleh beberapa media, kondisi BKT sudah tembus ke laut sejak tahun 2009, namun hingga saat ini masih ada sejumlah lahan tanah belum belum bisa tuntas di bayar. Karena terbentur (PERGUB) Peraturan Gubernur tentang aturan penggunaan lahan proyek, PERGUB ini sudah kadaluarsa tahun 2010. Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta Ery Basworo membenarkan masih banyaknya lahan yang belum dibebaskan sebagian masuk konsinyasi.
BAGAIMANA YANG TIDAK DIKONSINYASI?
sebut saja tanah dengan No. Girik C 364 atas nama Miin bin Misin dan
tanah dengan No. Girik C 125 atas nama Kemin bin Miin seluas + 5000
meter persegi terletak di Kelurahan Malakasari nasibnya masih
terkatung-katung tidak jelas walaupun di urus sudah hampir 5 tahun
lebih, padahal tanah tersebut tidak masuk konsinyasi di Pengadilan. Ada
apa gerangan? Kenapa pihak Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Panitia P2T
terkesan tidak mengambil sikap tegas. Menurut nara sumber yang membantu
mengurus tanah tersebut diatas sempat melayangkan surat dan kejelasan
tentang permasalahan tanah tersebut diatas kepada Gubernur DKI Jakarta
untuk segera dilakukan pembayaran dan dituntaskan secepat nya agar kami
masyarakat tidak menjerit.
Begitu juga terhadap tanah adat milik
Almarhumah Simi binti Siin dengan No. Kohir C 206 Psl 14a D 1 luas 6080
meter persegi yang kini sudah menjadi kanal dan koridor BKT di Kelurahan
Malaka Jaya belum juga tuntas terbayar padahal tidak termasuk tanah
yang dikonsinyasi. Menurut H. Markih salah seorang ahli waris Simi binti
Siin ketika di konfirmasi indofokus mengatakan “tanah saya tersebut
tidak dalam sengketa dan tidak pula saya agunkan kepada pihak-pihak
lain, tapi sampai saat ini belum di bayar baik oleh pihak P.U maupun
Panitia P2T. Kenapa sih pemerintah tega menzolimin rakyatnya? Harusnya
kan saya di panggil, tanah saya di ukur dan dimasukan dalam peta bidang
oleh pihak pemetaan dan BPN, tapi kenapa tidak!”, ungkap H. Markih
dengan nada emosi. Atau jangan-jangan panitia salah bayar atau sengaja
di ulur-ulur untuk menjebak saya masuk konsinyasi. Saya tidak mau, orang
tanah saya tidak besengketa kok. Saya memang pernah mendapat undangan,
tapi soal pembayaran rumah-rumah yang ada di lokasi tanah saya tersebut
bukan soal pembahasan pembayaran tanah saya! Yang jelas, tanah saya
hingga saat ini belum di bayar dan tidak dalam konsinyasi”. Begitu
ungkapan H. Markih selaku ahli waris, lanjut indofokus mengajukan
pertanyaan kembali kepada H. Markih. Bagaimana kalau bulan-bulan ini
anda belum juga di panggil dan belum juga dibayarkan? “terpaksa
dipinggiran koridor dan tanah yang sudah di jalur BKT itu akan saya
bangun bedeng-bedeng warung kopi, biar kumuh sekalian. Saya sudah
sepakat bersama seluruh ahli waris……”. Wah bisa runyam nih PU dan
Gubernur. (OK)
Posting Komentar