Home » » Ratusan Warga Grajagan Demo Di Kabupaten Banyuwangi

Ratusan Warga Grajagan Demo Di Kabupaten Banyuwangi

Written By Kantor Berita AWDI Pers on Kamis, 26 Desember 2013 | 11.12

                                                      Foto : demostran di  Banyuwangi

Banyuwangi Awdionline.com – Puluhan warga yang tergabung dalam Forum Tanah Pusaka Grajagan, Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, kembali menggelar aksi unjuk rasa kemarin (23/12). Kali ini massa mendatangi sejumlah instansi untuk menyampaikan keluh kesah terkait berlarut-larutnya sengketa lahan antara warga, Perum Perhutani, dan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP).

Selain mendatangi instansi terkait, mereka juga mendesak dua warga Desa Grajagan, yakni Sutris dan Sarni, yang hingga kemarin masih ditahan atas tuduhan penggunaan dan penguasaan lahan tanpa hak segera dibebaskan. Menurut warga, lahan yang di tempati dua orang tersebut me rupakan tanah adat peninggalan leluhur mereka. Awalnya, massa mendatangi kantor Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi.

Mereka meminta agar Sutris dan Sarni di bebaskan dari segala jeratan hukum. Menurut para de monstran, kedua orang itu tidak melanggar hukum lantaran mereka menempati tanah pusaka yang berlokasi di sebelah timur sungai yang melintas di Dusun Grajagan Pantai, Desa/ Kecamatan Grajagan. Perwakilan warga ditemui Ketua PN Banyuwangi Kurniani Darmono, Wakil Ketua PN Siyoto, dan Panitera Sekretaris (Pansek) I Ketut Sulendra.

Menurut Ketua PN Kurniani Darmono, permasalahan itu sudah sampai PN Banyuwangi. Karena itu, tugas PN menyelesaikan permasalahan tersebut dengan sebaik-baiknya. “Pengadilan (PN Banyuwangi) sudah menunjuk hakim-hakim yang kompeten. Percayakan segala sesuatu kepada pengadilan,” ujarnya. Kurniani menambahkan, penahanan Sutris dan Sarni semata-mata dilakukan agar proses peradilan berjalan lancar, aman, dan tertib.

Sebab, kalau keduanya tidak ditahan, imbuhnya, Sutrsi dan Sarni berpotensi tidak bisa mengikuti proses peradilan, misalnya karena tidak memiliki ongkos  untuk datang ke PN Banyuwangi. “Bisa juga keduanya meng hilangkan barang bukti atau mempengaruhi saksi-saksi,” cetusnya. Pihaknya mempersilakan Sutris dan Sarni menunjuk pengacara untuk mendampingi mereka selama proses sidang.

Bahkan, jika keduanya tidak mampu membayar penasihat hukum, pengadilan akan menunjuk penasihat hukum untuk mendampingi keduanya secara cuma-cuma. “Silakan terdakwa (Sutris dan Sarni) mengajukan bukti-bukti pembelaan. Bukti pembelaan itu juga bisa disampaikan melalui penasihat hukum. Kalau buktibukti pembelaan itu bisa mementahkan dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum, pasti akan menjadi per tim bangan majelis hakim,” ce tusnya.

Sementara itu, usai mendatangi PN, massa bergeser ke kantor DPRD Banyuwangi. Di kantor wakil rakyat itu mereka menuntut anggota legislatif segera menggelar rapat dengar pendapat (hearing) dengan mengundanghadirkan pihak TNAP dan Perhutani. Ketua Forum Tanah Pusaka Grajagan, Khoirul Anam mengatakan, warga sudah menempati tanah adat tersebut jauh sebelum TN Alas Purwo dan Perhutani terbentuk. Menurut dia, Grajagan merupakan salah satu tonggak sejarah Banyuwangi.

“Kalau Kemiren saja bisa ditetapkan menjadi desa adat, kenapa Grajagan tidak bisa. Kami mendesak ta nah tersebut menjadi tanah adat, tidak masuk kawasan TN Alas Purwo dan Perhutani,” desaknya. Mendengar pengaduan warga, Ketua DPRD Hermanto yang menemui perwakilan massa mengaku akan segera menindaklanjuti penga duan tersebut. “Kami akan melakukan  inspeksi ke lapangan,” te gasnya.

Namun demikian, Hermanto mengaku penyelesaian permasalahan tersebut tidak semudah membalik telapak tangan. Karena itu, dia mengimbau masyarakat yang memiliki referensi menyampaikan referensi itu kepada DPRD Banyuwangi. Setelah menyampaikan unek-unek di hadapan wakil rakyat, massa bergeser kekampus Universitas 17 Agustus (Untag) Banyuwangi untuk wadul kepada Ketua Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Untag Banyuwangi, Didik Suhariyanto.

Dikonfirmasi usai pertemuan dengan warga, Didik mengaku pihaknya menyiapkan pengacara gratis untuk mendampingi Sutris dan Sarni. Selain itu, Didik menegaskan akan turun kelapangan untuk mengecek kondisi tanah pusaka tersebut secara riil. Dia juga mengaku akan melakukan mediasi antara warga, Perhutani, dan TN Alas Purwo. “Seharusnya TNAP melakukan musyawarah ter lebih dahulu. Jangan langsung dikriminalkan,” sesalnya.

Karena itu, Didik mendesak TNAP dan Perhutani segera menghentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga. “Mohon hentikan intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga,” pungkasnya. Seperti pernah diberitakan, puluhan anggota Forum Tanah Pusaka Grajagan menggelar demonstrasi di kantor DPRD Banyuwangi Rabu (18/12). Aksi itu mereka lakukan guna menuntut penyelesaian sengketa lahan antara warga Grajagan dan pihak TNAP dan Perum Perhutani.

Demonstran mengklaim tanah seluas sekitar 314 hektare yang kini dijadikan kawasan TNAP itu sebagai tanah pusaka. Tanah adat tersebut berlokasi di sebelah timur sungai yang melintas di Dusun Grajagan Pantai, Desa/ Kecamatan Grajagan. Dalam orasinya, salah satu demonstran mengatakan, sengketa tanah babon atau tanah pusaka di Desa Grajagan telah terjadi sejak 2001 silam.

Sejak itu warga yang menempati tanah adat secara turun-temurun kerap terlibat ke tegangan dengan pihak Perhutani dan TN Alas Purwo. Sayang, beberapa kali mediasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil. Akhirnya, ketegangan memuncak ketika dua warga Desa Grajagan, yakni Sutris dan Sarni, dijebloskan ketahanan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi atas laporan TN Alas Purwo. Awalnya, Sutris dan Sarni ditahan atas tuduhan pembalakan liar. Belakangan, tuduhan yang dialamatkan kepada Sutris dan Sarni berubah menjadi penguasaan dan penggunaan tanah tanpa hak. (Tim Awdi)

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Edited By : Abib Visual
Copyright © 2013. Awdi Online - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger